Resources / Hukum & UU Waralaba /
Undang Undang RI No.14 2001 Tentang Paten - Lanjutan
by: Waralaba.com
Undang undang tentang hak paten di Indonesia Pasal 109 s/d Pasal 139
sambungan dari Pasal 1 s/d 108
Undang undang tentang hak paten di Indonesia
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 14 TAHUN 2001
TANGGAL 1 AGUSTUS 2001
TENTANG
P A T E N
BAB X
PERMOHONAN MELALUI PATENT COOPERATION TREATY
(TRAKTAT KERJA SAMA PATEN)
Pasal 109
(1) Permohonan dapat diajukan melalui Patent Cooperation Treaty.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
BAB X
ADMINISTRASI PATEN
Pasal 110
Penyelenggaraan administrasi Paten sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal dengan memperhatikan kewenangan instansi lain sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini.
Pasal 111
Direktorat Jenderal menyelenggarakan dokumentasi dan pelayanan informasi Paten dengan membentuk suatu sistem dokumentasi dan jaringan informasi Paten yang bersifat nasional sehingga mampu menyediakan
informasi seluas mungkin kepada masyarakat mengenai teknologi yang diberi Paten.
Pasal 112
Dalam melaksanakan administrasi Paten, Direktorat Jenderal memperoleh pembinaan dari dan bertanggung
jawab kepada Menteri.
BAB XI
B I A Y A
Pasal 113
(1) Semua biaya yang wajib dibayar dalam Undang-undang ini ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat, jangka waktu, dan tata cara pembayaran biaya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Keputusan Presiden.
(3) Direktorat Jenderal dengan persetujuan Menteri dan Menteri Keuangan dapat menggunakan penerimaan
yang berasal dari biaya sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) berdasarkan peraturan perundang undangan yang berlaku.
Pasal 114
(1) Pembayaran biaya tahunan untuk pertama kali harus dilakukan paling lambat setahun terhitung sejak
tanggal pemberian Paten.
(2) Untuk pembayaran tahun-tahun berikutnya, selama Paten itu berlaku harus dilakukan paling lambat pada tanggal yang sama dengan tanggal pemberian Paten atau pencatatan Lisensi yang bersangkutan.
(3) Pembayaran biaya tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung sejak tahun Pertama Permohonan.
Pasal 115
(1) Apabila selama 3 (tiga) tahun berturut-turut Pemegang Paten tidak membayar biaya tahunan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 18 dan Pasal 114, Paten dinyatakan batal demi hukum terhitung sejak tanggal akhir batas waktu kewajiban pembayaran untuk tahun ketiga tersebut.
(2) Apabila kewajiban pembayaran biaya tahunan tersebut berkaitan dengan kewajiban pembayaran biaya
tahunan untuk tahun kedelapan belas dan untuk tahun-tahun berikutnya tidak dipenuhi , Paten dianggap
batal demi hukum pada akhir batas waktu kewajiban pembayaran biaya tahunan untuk tahun tersebut.
(3) Batalnya Paten karena alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dicatat dan diumumkan.
Pasal 116
(1) Kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 ayat (3) dan Pasal 115 ayat (2), atas
keterlambatan pembayaran biaya tahunan dari batas waktu yang ditentukan dalam Undang-undang ini
dikenai biaya tambahan sebesar 2,5% (dua setengah perseratus) untuk setiap bulan dari biaya tahunan pada tahun keterlambatan.
(2) Keterlambatan pembayaran biaya tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberitahukan secara tertulis oleh Direktorat Jenderal kepada Pemegang Paten yang bersangkutan paling
BAB XII
PENYELESAIAN SENGKETA
Pasal 117
(1) Jika suatu Paten diberikan kepada pihak lain selain dari yang berhak berdasarkan Pasal 10, Pasal 11 dan
Pasal 12, pihak yang berhak atas Paten tersebut dapat menggugat kepada Pengadilan Niaga.
(2) Hak mengugugat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku surut sejak tanggal Penerimaan.
(3) Pemberitahuan isi putusan atas gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada para pihak oleh Pengadilan Niaga paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal putusan diucapkan.
(4) Isi putusan sebagaiman dimaksud pada ayat (3) dicatat dan diumumkan oleh Direktorat jenderal.
Pasal 118
(1) Pemegang Paten atau penerima lisensi berhak mengajukan gugatan ganti rugi kepada Pengadilan Niaga
setempat terhadap siapapun yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 16.
(2) Gugatan ganti rugi yang diajukan terhadap perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat
diterima apabila produk atau proses itu terbukti dibuat dengan menggunakan Invensi yang telah diberi
Paten.
(3) Isi Putusan Pengadilan Niaga tentang gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Direktorat Jenderal paling lama 14 (emapt belas ) hari sejak tanggal putusan diucapkan untuk dicatat dan diumumkan.
Pasal 119
(1) Dalam hal pemeriksaan gugatan terhadap Paten –proses, kewajiban pembuktian bahwa suatu produk tidak dihasilkan dengan menggunakan Paten-proses sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (10 huruf b dibebankan kepada pihak tergugat apabila :
a. produk yang dihasilkan melalui Paten-proses tersebut merupakan produk baru;
b. produk tersebut diduga merupakan hasil dari Paten-proses dan sekalipun telah dilakukan upaya
pembuktian untuk itu, Pemegang Paten tetap tidak dapat menentukan proses apa yang digunakan untuk
menghasilkan produk tersebut.
(2) Untuk kepentingan pemeriksaan gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengadilan berwenang :
a. memerintahkan kepada Pemegang paten untuk terlebih dulu menyampaikan salinan sertifikat Paten bagi
proses yang bersangkutan dan bukti awal yang menjadi dasar gugatannya; dan
b. memerintahkan kepada pihak tergugat untuk membuktikan bahwa produk yang dihasilkannya tidak
menggunakan Paten –proses tersebut.
(3) Dalam pemeriksaan gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), pengadilan wajib
mempertimbangkan kepentingan tergugat untuk memperoleh perlindungan terhadap rahasia proses yang
telah diuraikannya dalam rangka pembuktian di persidangan.
Pasal 120
(1) Gugatan didaftarkan kepada Pengadilan Niaga dengan membayar biaya gugatan.
(2) Dalam waktu paling lama 14 (empat belas ) hari setelah pendaftaran gugatan, Pengadilan Niaga menetapkan hari sidang.
(3) Sidang pemeriksaan atas gugatan dimulai dalam waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak
pendaftaran gugatan.
Pasal 121
(1) Pemanggilan para pihak dilakukan oleh juru sita paling lama 14 (emapt belas) hari sebelum sidang
pemeriksaan pertama diselenggarakan.
(2) Putusan atas gugatan harus diucapkan paling lambat 180 (seratus delapan puluh) hari setelah tanggal
gugatan didaftarkan.
(3) Putusan atas gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang memuat secara lengkap pertimbangan
hukum yang mendasari putusan tersebut harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.
(4) Pengadilan Niaga wajib menyampaikan isi putusan kepada para pihak yang tidak hadir paling lambat 14
(empat belas) hari sejak putusan diucapkan dalam sidang yang dinyatakan terbuka untuk umum.
Pasal 122
Terhadap putusan pengadilan niaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 121 ayat (3) hanya dapat diajukan
kasasi.
Pasal 123
(1) Permohonan kasasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 122 diajukan paling lama 14 (empat belas) hari
setelah tanggal diucapkan atau diterimanya putusan yang dimohonkan kasasi dengan mendaftarkan kepada
pengadilan yang telah memutus gugatan tersebut.
(2) Panitera mendaftarkan permohonan kasasi pada tanggal permohonan yang bersangkutan diajukan dan
kepada pemohon kasasi diberikan tanda terima tertulis yang ditandatangani oleh panitera pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan pendaftaran.
(3) Pemohon kasasi wajib menyampaikan memori kasasi kepada panitera dalam waktu 7 (tujuh ) hari sejak
tanggal permohonan kasasi didaftarkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
(4) Panitera wajib memberitahukan permohonan kasasi dan memori kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada pihak termohon kasasi paling lama 2 (dua) hari setelah memori kasasi diterima oleh panitera.
(5) Termohon kasasi dapat mengajukan kontra memori kasasi kepada panitera paling lama 7 (tujuh) hari setelah tanggal termohon kasasi menerima memori kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan panitera wajib menyampaikan kontra memori kasasi kepada pemohon kasasi paling lama 2 (dua) hari setelah kontra memori kasasi diterimanya.
(6) Panitera wajib mengirimkan berkas perkara kasasi yang bersangkutan kepada Mahkamah Agung paling
lama 7 (tujuh) hari setelah lewat jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (5).
(7) Mahkamah Agung wajib mempelajari berkas perkara kasasi dan menetapkan hari sidang paling lama 2
(dua) hari setelah tanggal permohonan kasasi diterima oleh Mahkamah Agung.
(8) Sidang pemeriksaan atas berkas perkara kasasi dimulai dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari setelah tanggal berkas perkara kasasi diterima oleh Mahkamah Agung.
(9) Putusan kasasi harus diucapkan paling lama 180 (seratus delapan puluh) hari setelah tanggal berkas perkara kasasi diterima oleh Mahkamah Agung.
(10) Putusan kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat (9) yang memuat secara lengkap pertimbangan hukum yang mendasari putusan tersebut harus diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum.
(11) Panitera Mahkamah Agung wajib menyampaikan isi putusan kasasi kepada panitra Pengadilan Niaga
paling lama 3 (tiga ) hari setelah tanggal putusan kasasi diuucapkan
(12) Juru sita wajib menyampaikan isi putusan kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat (11) kepada pemohon kasasi dan termohon kasasi paling lama 2 (dua) hari setelah putusan kasasi diterima.
(13) Isi putusan kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat (11) disampaikan pula kepada Direktorat Jenderal
paling lama 2 (dua ) hari sejak isi putusan kasasi diterima oleh Pengadilan Niaga untuk dicatat dan
diumumkan.
Pasal 124
Selain penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 117, para pihak dapat menyelesaikan
sengketa tersebut melalui Arbitrase atau Alternatif Penyelesaian sengketa.
BAB XIII
PENETAPAN SEMENTARA PENGADILAN
Pasal 125
Atas permintaan pihak yang merasa dirugikan karena pelaksanaan Paten Pengadilan Niaga dapat menerbitkan surat penetapan yang segera dan efektif untuk :
a. mencegah berlanjutnya pelanggaran Paten dan hak yang berkaitan dengan paten khususnya mencegah
masuknya barang yang diduga melanggar paten dan hak yang berkaitan dengan paten kedalam jalur
perdagangan termasuk tindakan imporasi;
b. menyimpan bukti yang berkaitan dengan pelanggaran Paten dan hak yang berkaitan dengan Paten tersebut guna menghindari terjadinya penghilangan barang bukti;
c. meminta kepada pihak yang merasa dirugikan agar memberikan bukti yang menyatakan bahwa pihak
tersebut memang berhak atas Paten dan hak yang berkaitan dengan Paten, serta hak pemohon tersebut
memang sedang dilanggar.
Pasal 126
Dalam hal penetapan sementara tersebut telah dilakukan, para pihak harus segera diberi tahu mengenai hal itu, termasuk mengenai hak untuk didengar bagi pihak yang dikenai penetapan sementara tersebut.
Pasal 127
Dalam hal pengadilan Niaga menerbitkan penetapan sementara Pengadilan Niaga harus memutuskan apakah mengubah, membatalkan, atau menguatkan surat penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 125 dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh ) hari sejak dikeluarkannya penetapan sementara tersebut.
Pasal 128
Dalam hal penetapan sementara dibatalkan, pihak yang merasa dirugikan dapat menuntut ganti rugi kepada
pihak yang meminta penetapan sementara atas segala kerugian yang ditimbulkan oleh penetapan tersebut.
BAB XIV
PENYIDIKAN
Pasal 129
(1) Selain penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di
departemen yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang Hak Kekayaan Intelektual diberi
wewenang khusus sebgai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang nomor 8 tahun 1981
tentang Hukum Acara Pidana unutk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang paten
(2) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang :
a. Melakukan pemeriksaan atas kebenaran aduan berkenan dengan tindak pidana di bidang paten.
b. Melakukan pemeriksaan terhadap orang atau badan hukum yang diduga melakukan tindak pidana
dibidang Paten berdasarkan aduan sebagaimana dimaksud pada huruf a.
c. Meminta keterangan dan barang bukti dari pihak yang terkait sehubungan dengan tindak pidana di
bidang paten;
d. Melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan dan dokumen lainnya yang berkenaan dengan tindak
pidana di bidang paten.
e. Melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat barang bukti, pembukuan, catatan dan
dokumen-dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan dan barang hasil pelanggaran yang
dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana di bidang paten; dan
f. Meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang paten.
(3) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya
penyidikan dan hasil penyidikannya kepada penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia .
(4) Penyidik Pejabat Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyampaikan hasil penyidikannya
kepada Penuntut Umum melalui penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia dengan mengingat
ketentuan Pasal 107 Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
BAB XV
KETENTUAN PIDANA
Pasal 130
Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar hak Pemegang Paten Sederhana dengan melakukan salah satu tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan /atau denda paling banyak Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 131
Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar hak Pemegang Paten Sederhana dengan melakukan salah satu tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan /atau denda paling banyak Rp.250.000.000 (dua ratus lima puluh juta rupiah).
Pasal 132
Barang siapa dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (3), Pasal 40 dan Pasal 41 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun.
Pasal 133
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 130, Pasal 131, dan Pasal 132 merupakan delik aduan.
Pasal 134
Dalam hal terbukti adanya pelanggaran Paten, hakim dapat memerintahkan agar barang-barang hasil
pelanggaran Paten tersebut disita oleh Negara untuk dimusnahkan.
Pasal 135
Dikecualikan dari ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam bab ini adalah :
a. mengimpor suatu produk farmasi yang dilindungi Paten di Indonesia dan produk tersebut telah dimasukkan ke pasar di suatu negara oleh pemegang paten yang sah dengan syarat produk itu di impor sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
b. memproduksi produk farmasi yang dilindungi paten di Indonesia dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sebelum berakhirnya perlindungan paten dengan tujuan untuk proses perizinan kemudian melakukan pemasaran setelah perlindungan tersebut berakhir.
BAB XVI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 136
Dengan berlakunya undang-undang ini segala peraturan perundang-undangan di bidang paten yang telah ada pada tanggal berlakunya undang-undang ini, tetap berlaku selama tidak bertentangan atau belum diganti dengan peraturan perundang-undangan yang baru berdasarkan undang-undang ini.
Pasal 137
Terhadap permohonan yang diajukan sebelum diberlakukannya undang-undang nomor 6 tahun 1989 tentamg paten sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 13 tahun 1997 tentanng perubahan atas undangundang nomor 6 tahun 1989 tentang paten
BAB XVII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 138
Pada saat undang-undang ini mulai berlaku, undang-undang nomor 6 tahun 1998 tentang Paten (LN RI tahun 1989 No 39, TLN RI No 3398) dan Undang-undang omor 6 tahun 1989 tentang Paten (LN RI tahun 1997 No 30, TLN RI No 3680) dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 139
Undang –undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengundangan undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia .
Disahkan di Jakarta
Pada tanggal 1 Agustus 2001
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI.
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 1 Agustus 2001
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA
ttd
MUHAMMAD M. BASYUNI
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2001 NOMOR 109